PRAKTIKUM IV
Topik : Platyhelminthes
Tujuan : 1. Mengetahui ciri morfologi dari Phyllum Platyhelmintes.
2. Mengamati cara gerak /jarak tempuh platyhelminthes (planaria).
3. Mengamati cara makan Planaria.
4. Mengamati bagian-bagian
tubuh/ciri morfologi dari Fasciola
hepatica
Hari/ tanggal : Kamis / 13 Maret 2014
Tempat :
Laboratorium Biologi PMIPA FKIP UNLAM Banjarmasin
I. ALAT DAN BAHAN
ALAT :
1. Mikroskop
2. Kaca benda
3. Kaca penutup
4. Kertas milimeter
BAHAN :
Preparat/awetan Planaria dan Fasciola
hepatica
II.
CARA KERJA
Cara mendapatkan
planaria :habitat di perairan sungai , danau yag jernih, aliran air tidak
terlalu deras dan dangkal , berikan potongan daging/cacing tanah kecil pada
sela-sela batu dan tidak terbawa aliran air, tunggu beberapa saat.
A. Planaria
1. Amati Planaria yang diletakan pada cawan
petri ,yag telah diberi sedikit air dengan menggunakan loupe, gambarlah
morfologi hewan tersebut dan amati bagaimana cara geraknya.
2. Letakkan kertas milimeter dibawah cawan
petri, catat waktu yang diperlukan untuk bergerak/berjalan dalam jarak 1 cm.
B.
Fasciola hepatica
Letakan preparatawetan fasciola hepatica, amati dibawah mikroskop struktur
anatomi dari Fasciola hepatica, bagian mulut ( anterior),sistem pencernaan,
saraf, kelenjar Vitellin, organ reproduksi dan gambarkan serta beri keterangan.
III.
TEORI DASAR
Platyhelminthes
berasal dari kata Yunani : platy + helmintes ; platy = pipih, helmintes =
cacing. Bila dibandingkan dengan Porifera dan Coelenterata, maka kedudukan
Phylum Platyhelminthes adalah lebih tinggi setingkat. Hal itu dapat dilhat
dengan ciri-ciri yang dimiliki, sebagai berikut: tubuh bilateral simetris
(pipih), hidup di air tawar, mulut terdapat pada bagian ventral, memiliki
bentukan seperti mata, mempunyai auricle, arah tubuh sudah jelas, yaitu
mempunyai arah anterior – posterior dan arah dorsal – ventral, bersifat
triploblastik, sebab dinding tubuhnya sudah tersusun atas tiga lapisan, yaitu
lapisan ektodermis, mesodermis, dan lapisan endodermis, sudah mempunyai sistem
syaraf yang bersistem tangga tali, yang
terdiri dari sepasang ganglia yang membesar di bagian anterior dan sepasang atau lebih syaraf yang membentang
dari arah anterior ke posterior, tubuhnya sudah dilengkapi dengan gonad yang
telah mempunyai saluran tetap dan juga alat kopulasi yang khusus.
Tetapi hewan ini masih tetap tergolong hewan
tingkat rendah, mengingat tubuh tidak mempunyai rongga tubuh yang sebenarnya
(coelom), saluran pencernaan makanan belum sempurna, bahkan ada sebagian anggota yang tidak bersaluran pencernaan, alat
kelaminnya masih belum terpisah ( hermafrodit ).
Platyhelminthes
terdiri atas 3 kelas yaitu : Tubelaria, Trematoda, dan Cestoda. Planaria
merupakan contoh dari kelas Trematoda. Planaria ini memiliki tubuh yang pipih,
hidup di air tawar, mulut terdapat pada bagian ventral, memiliki bentukan
seperti mata, dan mempunyai auricle. Hewan ini tidak memiliki anus, mempunyai daya regenerasi yang sangat baik.
Sedangkan pada Fasciola hepatica juga
memiliki tubuh yang pipih, tidak bersegmen, pada bagian mulut terdapat pengisap
dan kadang-kadang mempunyai kait-kait, dan biasanya hewan ini hermafrodit.
Anggota dari
Phylum ini yang telah dikenal meliputi 10.000 hingga 15.000 spesies. Dari
sekian itu berdasarkan sifat-sifat khusus hewan dewasa, maka Phylum
Platyhelminthes dapat dibagi menjadi tiga kelas, yaitu : kelas Turbelaria,
kelas Trematoda dan kelas Cestoda.
1. Kelas Turbellaria (cacing pipih berambut getar)
Permukaan tubuhnya
bersilia, dan ditutupi oleh epidermis yang bersintium, hampir semua anggota
kelas ini hidupnya bebas, hanya beberapa yang hidup secara ektokomensalis atau
secara parasit, tubuhnya dibagi atas
segmen-segmen. Sebagian dari padanya dilengkapi dengan bulu-bulu getar,
disamping itu juga dilengkapi dengan sel-sel yang dilengkapi dengan zat mukosa
(lendir) Riwayat hidup cacing ini sangat sederhana.
Contoh : Planaria, Bipalium.
2.
Kelas Trematoda (cacing hisap)
Mempunyai 2 alat hisap, yaitu alat penghisap oral dan ventral. Hampir semua
Trematoda bersifat parasit terhadap hewan vertebrata baik secara ekto maupun
secara endoparasit. Tubuhnya tidak dilengkapi oleh epidermis maupun silia (kecuali
fase larvanya). Tubuh berbentuk seperti daun, dan dilengkapi dengan alat
penghisap. Bagian luar tubuh dilapisi kutikula
Contoh : Fasciola
hepatica, Schistosoma japonicum.
3.
Kelas Cestoda (cacing pita)
Seluruh anggota kelas ini bersifat endoparasit. Tubuh tidak dilengkapi
dengan epidermis maupun silia. Tubuh seperti pita dan pada umumnya terbagi atas
segmen-segmen. Setiap segmennya dilengkapi dengan satu perangkat alat
reproduksi yang hermafrodit. Tubuhnya
terdiri atas kepala (skolek), leher dan proglotid yang ukurannya makin
besar dan makin dewasa ke arah belakang. Makanan diperoleh dengan menyerap zat
makanan dari inangnya melalui seluruh tubuh. Contoh : Taenia
solium.
IV.
HASIL PENGAMATAN
Menurut pengamatan dengan menggunakan lup :
1. Gambar Fasciola
hepatica
Keterangan
gambar:
1. Mulut
2. Alat isap (ventural)
3. Alat isap (phayax)
4. Lubang eksresi
Menurut Literatur:
2.
Planaria
Menurut iteratur :
V.
ANALISIS DATA
1.
Fasciola hepatica
Berdasarkan hasil
pengamatan terhadap awetan Fasciola hepatica pada mikroskop, pada awetan ini terlihat morfologi cacing
ini mulutnya terletak di sebelah anterior. Hewan ini hidup parasit dalam
kantung empedu pada biri-biri, sapi, babi, dan lain-lainnya dan kadang
ditemukan juga pada manusia. Fasciola hepatica
atau disebut juga Cacing hati merupakan anggota dari Trematoda (Platyhelminthes).
Cacing hati mempunyai ukuran panjang 2,5 – 3 cm dan lebar 1 - 1,5 cm.
Pada bagian depan
terdapat mulut meruncing yang dikelilingi oleh alat pengisap, dan ada sebuah
alat pengisap yang terdapat di sebelah ventral sedikit di belakang mulut, juga
terdapat alat kelamin. Bagian tubuhnya ditutupi oleh sisik kecil dari kutikula
sebagai pelindung tubuhnya dan membantu saat bergerak. Mulut terletak di sebelah anterior. Di sekitar mulut terdapat alat hisap.
Alat ini terdapat juga di daerah ventral.
Kedua alat itu berfungsi sebagai alat penempel pada hospes. Antara mulut
dan alat hisap ventral terdapat lubang genital sebagai jalan untuk mengeluarkan
telur.
Lubang ekskresi terletak agak dekat dengan akhir posterior. Kecuali itu
terdapat lubagng lain sebagai akhir dari saluran laurer. Sistem pencernaan sederhana, dimulai dari mulut, pharynx yang merupakan
saluran pendek, esophagus, usus yang terdiri dari dua cabang utama yang
menjulur dari anterior ke posterior sebelah-menyebelah dalam tubuh. Hewan ini
tidak memiliki system sirkulasi, maka bahan makanan diedarkan oleh pencernaan
itu sendiri. Alat hisap dilengkapi dengan otot-otot, sehingga menempel dengan
erat pada hospes.
Otot ini terusun atas 3 lapisan di bawah ektoderm : (1)lapisan luar
melingkar, (2)lapisan tengah, (3)lapisan dalam yang diagonal. System ekskresi pada Fasciola hepatica terdiri dari
pembuluh-pembuluh yang bercabang-cabang yang mengadakan anyaman-anyaman dan
sel-sel yang berbentuk seperti kantung yang disebut sel api. Pada masing-masing
tubuh terdapat beberapa pembuluh pengumpul
yang membentang longitudinal.
Tubuh Fasciola hepatica adalah triploblastik. Ektoderm tipis yang
dilapisi oleh kutikula yang berfungsi melindungi jaringan di bawahnya dari
cairan hospes. Ektoderm mengandung sisik kitin dan sel-sel tunggal
kelenjar. Endoderm melapisi saluran
pencernaan. Mesoderm merupakan jaringan yang membentuk otot, alat ekskresi, dan
saluran reproduksi. Disamping itu terdapat jaringan parenkim yang mengisi
rongga antara dinding tubuh dengan saluran pencernaan.
Alat reproduksi jantan terdiri atas : sepasang testis, dua pembuluh vas
diferensia, kantung vesiculum seminalis, saluran ejakulasi dan penis. Alat
reproduksi pada betina terdiri atas : saluran tunggal ovarium, saluran oviduct,
kelenjar pembungkus ovum, saluran vetelline, kelenjar yolk, dan uterus.
Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Subkingdom :
Invertebrata
Phylum : Platyhelminthes
Classis : Trematoda
Order : Digenia
Familia : Digeniadae
Genus : Fasciola
Species : Fasciola hepatica
Klasifikasi dari : Hegner&Engemen (1968)
Gambar daur hidup Fasciola hepatica dan Miracidium
sp.
Seekor
cacing di dalam hati inang (yang biasanya hewan ternak) bisa bertelur sekitar
500.000 butir. Telur Fasciola hepatica
menuju ke usus dan mengikuti perjalanan sisa makanan bersama aliran empedu.
Kemudian keluar ke alam bebas bersama dengan kotoran (tinja). Telur yang fertil
dapat menetes apabila jatuh di tempat yang lembab atau basah, seminggu setelah menetes akan menjadi larva.
Larva ini akan berkembang serta tumbuh silia dan disebut mirasidium. Kemudian
berenang mencari tubuh siput air tawar/keong dari marga Lymnaea dengan
menggunakan silianya, siput air tawar/keong dijadikan sebagai intermedier. Mirasidium akan mati apabila selama 8 jam tidak mendapati siput. Di dalam
tubuh siput, selama 2 minggu tumbuh dan ukurannya membesar seperti kantung
disebut sporocist dan berkembang menjadi redia. Redia terus berkembang dan
berekor disebut sercaria, yang bentuknya seperti kecebong.
Dengan
ekornya kemudian keluar dari tubuh keong dan berenang menuju rumput atau
tumbuhan air lain di sekitarnya, yang kemudian menjadi sista. Jika sista
bersama rumput termakan oleh ternak, di usus akan pecah dan menghasilkan larva yang disebut metaserkaria.
Metaserkaria menembus dinding usus kemudian mengikuti peredaran darah menuju ke
hati. Akhirnya tumbuh menjadi cacing dewasa.
1.
Fasciola hepatica
Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Class : Trematoda
Ordo : Digenea
Familia : Digeniadae
Genus : Fasciola
Spesies : Fasciola
hepatica
(Sumber : Hegner, 1968 )
Berdasarkan
hasil pengamatan pada Fasciola hepatica
atau cacing hati, terdapat alat hisap disekitar mulut. Mulut terletak disebelah
anterior. Alat ini juga terdapat didaerah ventral. Kedua alat itu berfungsi
sebagai alat penempel pada hospes. Antara mulut dan alat hisap ventral terdapat
lubang genital sebagai jalan mengeluarkan telur. Lubang ekskresi terletak agak
dekat akhir posterior, kecuali itu terdapat lubang lain sebagai akhir dari
saluran Laurer. Spesies ini biasa hidup parasit dalam kantung empedu pada
biri-biri, sapi, babi dan lain-lainnya.
Sistem pencernaan sederhana, dimulai dari mulut, pharynx
yang merupakan saluran pendek, esophagus, usus yang terdiri dari dua cabang
utama yang menjulur dari anterior ke posterior sebelah-menyebelah dalam tubuh.
Hewan ini tidak memiliki system sirkulasi, maka bahan makanan diedarkan oleh
pencernaan itu sendiri. Alat hisap dilengkapi dengan otot-otot, sehingga
menempel dengan erat pada hospes. Otot ini terusun atas 3 lapisan di bawah
ektoderm : (1) lapisan luar melingkar, (2) lapisan tengah, (3) lapisan dalam
yang diagonal.
Sistem ekskresi pada Fasciola hepatica terdiri
dari pembuluh-pembuluh yang bercabang-cabang yang mengadakan anyaman-anyaman
dan sel-sel yang berbentuk seperti kantung yang disebut sel api. Pada
masing-masing tubuh terdapat beberapa pembuluh pengumpul yang membentang longitudinal.
Tubuh Fasciola hepatica adalah triploblastik.
Ektoderm tipis yang dilapisi oleh kutikula yang berfungsi melindungi jaringan
di bawahnya dari cairan hospes. Ektoderm mengandung sisik kitin dan sel-sel
tunggal kelenjar. Endoderm melapisi
saluran pencernaan. Mesoderm merupakan jaringan yang membentuk otot, alat
ekskresi, dan saluran reproduksi. Disamping itu terdapat jaringan parenkim yang
mengisi rongga antara dinding tubuh dengan saluran pencernaan.
Alat reproduksi jantan terdiri atas : sepasang testis,
dua pembuluh vas diferensia, kantung vesiculum seminalis, saluran ejakulasi dan
penis. Alat reproduksi pada betina terdiri atas : saluran tunggal ovarium,
saluran oviduct, kelenjar pembungkus ovum, saluran vetelline, kelenjar yolk,
dan uterus.
Siklus hidup Fasciola hepatica dimulai
dari seekor cacing di dalam hati inang (yang biasanya hewan ternak) bisa
bertelur sekitar 500.000 butir. Telur Fasciola
hepatica menuju ke usus dan mengikuti perjalanan sisa makanan bersama
aliran empedu. Kemudian keluar ke alam bebas bersama dengan kotoran (tinja).
Telur yang fertil dapat menetes apabila jatuh di tempat yang lembab atau basah,
seminggu setelah menetes akan menjadi larva. Larva ini akan berkembang serta
tumbuh silia dan disebut mirasidium. Kemudian berenang mencari tubuh siput air
tawar/keong dari marga Lymnaea dengan menggunakan silianya, siput air
tawar/keong dijadikan sebagai intermedier. Mirasidium akan mati apabila selama
8 jam tidak mendapati siput. Di dalam tubuh siput, selama 2 minggu tumbuh dan
ukurannya membesar seperti kantung disebut sporocist dan berkembang menjadi
redia. Redia terus berkembang dan
berekor disebut sercaria, yang bentuknya seperti kecebong. Dengan ekornya
kemudian keluar dari tubuh keong dan berenang menuju rumput atau tumbuhan air
lain di sekitarnya, yang kemudian menjadi sista. Jika sista bersama rumput
termakan oleh ternak, di usus akan pecah dan
menghasilkan larva yang disebut metaserkaria. Metaserkaria menembus
dinding usus kemudian mengikuti peredaran darah menuju ke hati. Akhirnya tumbuh
menjadi cacing dewasa.
2.
Lintah
Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Phylum : Annelida
Class
: Citellata
Ordo : Haplotaxida
Familia
: Hirudinea
Genus : Hirudo
Spesies
: Hirudo medicinalis
(Sumber : Marsuki Jasin, 1987)
Berdasarkan hasil pengamatan pada lintah,
spsies ini memiliki badan leper atau pipih. Tubuh dilindungi oleh lapisan
kutikula, tidak mempunyai parapodia dan setae, mempunyai alat penghisap (sucker)
di bagian anterior maupun posterior, bersifat hermafrodit dan biasanya habitat
di air tawar dan darat.
Hewan
ini tidak memiliki parapodium maupun seta pada segmen tubuhnya. Sekalipun
dikenal dengan nama umum lintah pengisap darah, bagian terbesar di antaranya
tidak hidup sebagai ektoparasit. Ukuran panjangnya dari 1-2cm atau 5cm, walau
ada yang mencapai 12c m, bahkan 30cm (Haemanteria ghiliani dari daerah
Amazon). Metamerisme sudah sangat tereduksi : segmen-segmen ujung anterior
(biasanya kecil) dan posterior (lebih besar) termodifikasi manjadi alat
penghisap yang digunakan untuk menempel dan bergerak. Jumlah segmen tetap,
yaitu 34, walau lapisan cincin sekunder di luarnya (annuli) menyamarkan
segmentasi primer tersebut. Clitteum dibentuk segmen-segmen IX,X atau XI.
Pada air
liur lintah terdapat sekurang-kurangnya 15 jenis zat aktif. Di antaranya ialah
sejenis zat yang sama seperti yang terkandung di dalam putih telur. Zat aktif
yang terdapat dalam air liur lintah diantaranya Hirudin, Hyaluronidase,
Pseudohirudin, Destabilase, Apyrase, Bdellines, Eglines, Kininases, Histamine,
Collagenase, Prostanoids, lintah, Proteases, Lipolytic enzymes. Lintah hidup
sebagai pemakan bangkai/predator, parasit. Predator makan larva, keong,
serangga, cacing. 75% penghisap darah, melekat/nempel pada permukaan tubuh
vertebrata (ikan-manusia). Darah dihisap oleh faring otot & menampung dalam
tembolok. Enzim saliva (hirudin) mencegah koagulasi darah. Dalam 1 x
makan, lintah mengisap darah 10x berat tubuhnya.
Sistem
pencernaan terdiri dari mulut, faring, tembolok, lambung, rektum, anus. Anus
terletak pada bagian dorsal. Proses pencernaan penghisap anterior,
mulut, faring, tembolok, usus, usus buntu, anus, penghisap, posterior. faring
otot yang dilengkapi rahang bergigi /probosis berotot.
Di
kerongkongan tempat isapannya terdapat tiga rahang yang berbentuk seperti
setengah gergaji yang dihiasi sampai 100 gigi kecil. Dalam waktu 30 menit
lintah bisa menyedot darah sebanyak 15 ml – kuota yang cukup untuk hidupnya
selama setengah tahun. Air ludahnya pun mengandung zat aktif yang
sekurang-kurangnya berisi 15 unsur. Contohnya, zat putih telur hirudin yang
bermanfaat untuk mengencerkan darah, dan mengandung penisilin.
Sistem reproduksi meliputi dari monoceous.
Jantan: 4-12 pasang testis. 1 pasang ductus spermaticus. Betina: 2 ovarium
& Oviduct yang berhubungan dengan kelenjar albumin & vagina di median
yang bermuara di belakang porus genitalia jantan. Tidak ada tingkat larva.
Lintah membentuk kokon yang mengandung telur yang telah dibuahi & kokon
akan diletakkan dalam air/tanah.
Sistem pernapasan pada lintah, hewan ini
bernapas menyedut oksigen melalui kulitnya yang lembap. Jika keadaan air kurang
oksigen, lintah akan muncul ke permukaan. Saraf dan Indera ; Ruas 5 & 6
terdapat lingkar saraf ganglia: “otak”. Alat indera: mata & papilla. Mata:
fotoreseptor. Papilla dan sensila : tonjolan kecil pada epidermis. Fungsi: alat
peraba & perasa.
Hewan ini berhabitat air tawar, hidup di
rawa-rawa, kolam, ataupun sungai. Hirudinea adalah hewan ektoparasit pada
permukaan tubuh inangnya. Inangnya adalah vertebrata dan termasuk manusia.
Hirudinea parasit hidup dengan mengisap darah inangnya, sedangkan Hirudinea
bebas hidup dengan memangsa invertebrata kecil seperti siput. Contoh Hirudinea
parasit adalah Haemadipsa (pacet) dan hirudo (lintah).
3.
Planaria
sp.
Klasifikasi :
Kingdom :
Animalia
Phylum :
Platyhelminthes
Class :
Turbellaria
Ordo :
Tricladida
Family :
Tricladidae
Genus :
Planaria
Spesies :
Planaria sp.
(Sumber : Verma,
P.S. 2002)
Berdasarkan hasil
pengamatan pada Planaria sp. memiliki bentuk tubuh pipih dorsoventral, dengan bagian kepala yang
berbentuk seperti segitiga, sedangkan bagian ekornya berbentuk meruncing.
Panjang tubuh planaria sekitar 5-25 mm, tetapi bagi Planaria yang hidup di
darat dapat mencapai 60 cm. Bagian tubuh sebelah dorsal warnanya lebih gelap
daripada tubuh sebelah ventral.
Di tengah-tengah bagian dorsal kepalanya ditemukan
sepasang bintik mata yang sensitif terhadap rangsangan sinar. Oleh karena itu,
Planaria dapat membedakan gelap dan terang, namun demikian Planaria tidak dapat
melihat.
Kira-kira di dekat pertengahan tubuh bagian
ventral agak ke arah ekor ditemukan lubang mulut. Lubang mulut ini berhubungan
dengan kerongkongan atau pharynx yang dindingnya dilengkapi dengan otot daging
sirkular maupun longitudinal. Kerongkongan ini dapat ditarik dan dijulurkan.
Dalam posisi menjulur, kerongkongan tersebut bentuknya mirip dengan belalai,
dan biasa disebut proboscis.
Di bagian kepala yaitu di bagian samping kanan dan
kiri terdapat tonjolan yang menyerupai telinga yang biasa disebut aurikel.
Tepat di bawah bagian kepala terdapat bagian tubuh menyempit yang menghubungkan
bagian badan dan bagian kepala, disebut bagian leher.
Di sepanjang pinggiran tubuh bagian ventral
ditemukan zona adesif. Zona adesif tersebut menghasilkan lendir yang liat, yang
berfungsi untuk melekatkan tubuh hewan itu ke permukaan benda yang
ditempelinya. Di permukaan ventral daripada tubuh ditutup oleh rambut-rambut
getar halus yang berfungsi dalam pergerakan.
Sistem saluran pencernaan makanan Planaria terdiri
dari : mulut, pharynx, esofagus dan usus. Mulut, terletak di bagian ventral
dari tubuh, yaitu kira-kira dekat dengan pertengahan agak ke arah ekor.
Sistem eksresi pada Planaria terdiri dari
pembuluh-pembuluh yang bercabang-cabang yang mengadakan anyam-anyaman dan
sel-sel yang berbentuk seperti kantung yang disebut sel api atau flame-cell.
Flame sel atau sel api tersebut terletak tersebar di antara sel-sel tubuh
lainnya terutama di bagian mesenkim. Adapun fungsi sel-sel api ini adalah
sebagai alat ekskresi yaitu membuang zat-zat sampah yang merupakan sisa-sisa
metabolisme zat nitrogen dan juga sebagai alat osmoregulasi dalam arti ikut
membantu mengeluarkan ekses-ekses penumpukan air dalam tubuh, sehingga nilai
osmosis tubuh tetap dapat dipertahankan seperti ukuran normal.
Planaria sudah memiliki alat indera yang berupa
bintik mata dan indera aurikel, yang keduanya terletak di bagian kepala.
Planaria bersifat hermafrodit, maka di dalam tubuh terdapat alat kelamin jantan
maupun alat kelamin betina
Planaria berkembangbiak dengan
cara seksual maupun aseksual. Planaria akan menghindarkan diri apabila terkena sinar yang kuat. Oleh
karena itu pada siang hari cacing itu melindungkan diri di bawah naungan
batu-batu atau daun atau di bawah obyek-obyek yang lain. Di bawah sinar difus,
cacing itu aktif bergerak, berenang-renang ataupun merayap. Biasanya mereka
berkelompok antara 6 – 20 ekor. Pada waktu istirahat biasanya mereka melekatkan
atau menempelkan diri pada suatu obyek dengan bantuan zat lendir yang
dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar lendir yang terdapat pada zona adesif dari
pada tubuh. Planaria melakukan dua macam gerakan, yaitu gerak merayap dan gerak
meluncur. Planaria mempunyai arah tubuh tubuh yang jelas, yaitu arah : anterior
– posterior dan dorsal – ventral.
Planaria dipakai sebagai contoh yang mewakili
anggota kelas Turbellaria pada umumnya. Planaria biasa disebut dengan istilah
Euplanasia atau Dugesia. Planaria hidup bebas di perairan air tawar yang
jernih, lebih suka pada air yang tidak mengalir. Planaria mempunyai kebiasaan
berlindung di tempat-tempat yang teduh, misalnya di balik batu-batuan, di bawah
daun yang jatuh ke dalam air dan lain-lain.
VI.
KESIMPULAN
1.
Phylum
Platyhelminthes terbagi menjadi 3 kelas, yaitu kelas Turbellaria (cacing pipih
berambut getar), kelas Trematoda (cacing hisap), dan kelas Cestoda (cacing
pita).
2.
Fasciola
hepatica merupakan salah
satu contoh anggota phylum platyhelminthes dari kelas trematoda.
3.
Planaria (cacing pipih) termasuk dalam phylum
platyhelminthes dan kelas Turbellaria.
4.
Planaria melakukan 2 macam gerak, yaitu gerak merayap dan gerak
meluncur.
VII.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim 2013. Mengenal Phylum
Platyhelminthes. [online]. Tersedia pada http://gurungeblog.wordpress.com diakses pada 24 maret 2014
Buunda Halang,Dharmono dan Mahrudin 2014 Penuntun Praktikum Zoologi Invertebrata. Banjarmasin : Universitas Lambung Mangkurat
Anonim :http://raven.islandwood.org/kids/stream_health/macros/Planaria.html Diakses pada hari selasa 24 maret 2014
Anonim :http://parasite.org.au/pugh- Dicollection/Fasciola%20hepatica%203%2009.jpg_Index.html Diakses pada hari selasa 24 maret 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar